Selasa, 26 Agustus 2014
Outsourcing : Buruh Tercekik Tak Bisa Berbuat Apa
Aneh jikalau melihat keadaan negara ini. Ada masalah, bahkan beribu-ribu masalah yang terjadi pada manusia di era ini. Pendidikan yang masih rendah, susahnya mencari pekerjaan, sumber daya yang semakin menipis, dan akhirnya menyebabkan distribusi pendapatan yang semakin timpang. Jika sudah demikian, kesejahteraan masyarakat kecil sudah pasti terancam. Perbedaan kualitas individu lah yang sangat menentukan nasib baik buruknya dalam hal mencari pekerjaan.Dan lagi-lagi keadaan selalu tak berpihak pada orang – orang kecil berpendidikan rendah. Salah satu contoh sistem outsourcing.
Kalian tentu sudah pernah mendengar buruh outsourcing kan? Tapi apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan sistem outsourcing itu? Menurut UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, outsourcing dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja. Atau lebih detailnya karyawan outsourcing itu karyawan yang direkrut oleh perusahaan penyedia tenaga kerja, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara langsung. Nanti oleh perusahaan penyedia jasa, karyawan akan dikirimkan ke perusahaan lain yang membutuhkannya.
Beda halnya dengan karyawan tetap/organik, perekrutan dilakukan langsung oleh perusahaan yang memang membutuhkan jasanya. Bila dilihat dari sisi buruh/karyawan, menjadi karyawan outsourcing adalah impian mereka yang susah untuk terwujud, karena berbagai persyaratan seperti tingkat pendidikan, kemampuan, yang sangat memberatkan mereka sehingga sulit untuk menembus. Tapi demi membeli sesuap nasi, mereka akhirnya tak punya pilihan lain dan terjerumus dalam sistem outsourcing. Apa bedanya outsourcing dengan organik? Banyak sekali perbedaannya, terutama dalam hal gaji. Kalau gaji seorang karyawan tetap itu lebih besar nominal yang akan didapatkannya, mendapatkan tunjangan, asuransi, dll. Sedangkan karyawan outsourcing yang kenyataannya berstatus kontrak, gajinya masih dialihkan kepada perusahaan penyedia jasa, mereka tidak mendapatkan tunjangan- tunjangan, dan kenyataan yang lebih pahit lagi, gaji mereka masih dipotong sampai 30% oleh perusahaan penyedia jasa tersebut. Dan ini tentu tidak setimpal dengan hasil kerja kerasnya terhadap gaji yang diberikan.
Nah kemarin saya dan teman-teman melakukan observasi karyawan outsourcing. Objeknya tertuju pada seorang satpam di salah satu universitas bernama Pak Sulis. Selama bekerja menjadi karyawan yang berstatus outsourcing, Pak Sulis merasakan banyak sekali kenyataan yang tidak diharapkan yang harus dilewatinya. Dia sudah tiga kali gagal untuk seleksi menjadi karyawan tetap, dan terpaksa merekrutkan dirinya pada suatu perusahaan jasa outsourcing ini. Dia merasakan ada hak-haknya sebagai buruh yang tidak bisa ia dapatkan seperti buruh pada umumnya. Hasil kerja kerasnya tidak sebanding dengan apa yang didapatkan. Bahkan dia tidak mendapatkan THR pada mudik lebaran kemarin. Belum lagi gaji 2 bulan yang belum dibayar. Dengan keadaan yang demikian, dia sulit untuk menafkahi kebutuhan keluarganya.
Sebagai buruh yang teraniaya tapi tak bisa berbuat apa-apa dengan sistem kontrak yang telah dibuat, Pak sulis hanya bisa berharap bahwa sistem outsourcing ini sangat tidak memihak rakyat kecil, bukan mensejahterakan tapi lebih tepatnya menyengsarakan. Oleh karena itu dia ingin sistem ini segera dicabut dan digantikan dengan sistem yang lebih bagus lagi, dia sempat menyebutkan koperasi bisa menjadi gantinya, tapi harus dioptimalkan terlebih dahulu sistemnya.
Bagi kamu yang merasa mahasiswa, terutama mahasiswa FISIP. Sudah sepatutnya kita untuk peduli dan beraksi terhadap permasalahan sosial yang ada disekeliling kita. Marilah perjuangkan hak-hak rakyat kecil ini, beranikan diri kalian untuk melangkah dan merangkul demi kesejahteraan masyarakat yang akan datang! Merdeka!
Wanna know more? Watch on youtube
Www.youtube.com/watch?v=djBGzP_O5R4
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
suka apa nggak?